Pura-Pura Jahat
Beberapa hari yang lalu aku menonton The Guardian of the Galaxy Vol. 2. Tidak banyak yang membuatku kagum untuk menuliskannya. Hanya, beberapa meme di medsos menghamburkan gambar tentang Rocket dan Yondu, orang-orang kriminal, galak, cenderung bringas, tapi sebenarnya baik. Mereka itu cuma pura-pura jahat!
Sebuah premis yang menyebalkan!
Film ini disutradarai oleh James Gunn. Mengangkat cerita tentang sekelompok petarung yang menerima pekerjaan sebagai pembantu sebuah planet jika diserang oleh makhluk-makhluk jahat. Kurang ajarnya, Rocket yang sok jahat tadi, malah ikut-ikutan bertindak kriminil ketika mencuri harta dari planet yang telah mereka selamatkan.
Premis ini kemudian dipertegas oleh kedatangan ayah Quill, seorang sentinel atau dewa. Kekuatan dewa ini tiada tara sehingga bisa membuat planet sendiri dan menguasai dunia. Planet ayah Quill sendiri digambarkan indah, modern, dan serba maju, meskipun tidak ada penduduknya di sini. Ayah Quill bercita-cita membagi kekuatannya untuk membuat dunia yang lebih baik. Oleh karena itu, dia mengajak anaknya untuk membuat dunia yang lebih baik. Ayah Quill membutuhkan kekuatannya karena dia sendiri tidak cukup kuat untuk membuat dunia yang utopis itu.
Pertempuran antarayah-anak terjadi. Atau, baik yang pura-pura jahat terjadi! Di bawah konflik ini, Rocket dan Yondu yang juga menggunakan premis tadi, malah hendak membalikkan premis yang membuatnya tidak konsisten. Bahwa, orang yang kelihatannya jahat sebenarnya bisa saja hatinya baik. Di atasnya, lewat konflik ayah-anak, orang yang kelihatannya baik sebenarnya bisa bisa saja jahat.
Distorsinya adalah di konflik. Orang jahat berpura-pura baik dikalahkan oleh orang baik berpura-pura jahat malah menjatuhlannya ke lembah ke-klise-an. Tentu tidak salah mengaburkan sifat baik dan jahat. Namun, konfliknya berakhir pada kebaikan mengalahkan kejahatan ya apa guna.
Konflik ini seperti ISIS yang pseudo-fundamentalist. Bercita-cita menegakkan kehidupan yang beragama, tapi malah memperkosa, menganiyaya, bahkan juga hedonis (jam tangan mewah milik pemimpinnya). Di dunia Barat, yang hedonis, liberal, dan jauh dari pencerahan spiritual, mengkritisi ISIS tapi juga melawan apa yang sedang mereka kritisi terhadap dirinya.
Jika perlawanan dalam diri sendiri yang lebih banyak dikuak, mungkin film ini tidak receh. Ini seperti mendalami konflik yang terjadi pada orang Barat yang melawan otokritknya.
Hal seperti inisebenarnya sudah banyak dilakukan. Salah satu yang berhasil adalah tokoh Professor Snape dalam fiksi Harry Potter. Snape hingga akhir hayatnya tetap berpura-pura jahat bahkan juga melakukan kejahatan terbesar dengan membunuh Dumbledoor, si penyihir baik. Kejahatannya ternyata, di akhir, terkuak jika ini demi kebaikan dan jalan satu-satunya.
Ini tidak seperti Rocket dan Yondu yang pada akhirnya membuka kepura-puraannya. Jika mereka mengalahkan kejahatan dengan kepura-puraan kejahatan (seperti yang dilakukan Snape), tentu ini konfliknya tidak sedangkal yang terjadi.
Kedangkalan ini juga menghinggapi ISIS yang malah sejak awal sudah mengungkapkan kepura-purabaikkannya. Sebagai kelompok fundamentalis, ISIS memalukan. Sebagai orang jahat, Rocket dan Yondu juga memalukan.
Secara tidak langsung, pikirku jahat, ini bisa melegitimasi kepura-puraan yang memalukan tadi asalkan ada niat baik. Hmmm khan?? Aku memang pura-pura jahat.
Sebuah premis yang menyebalkan!
Film ini disutradarai oleh James Gunn. Mengangkat cerita tentang sekelompok petarung yang menerima pekerjaan sebagai pembantu sebuah planet jika diserang oleh makhluk-makhluk jahat. Kurang ajarnya, Rocket yang sok jahat tadi, malah ikut-ikutan bertindak kriminil ketika mencuri harta dari planet yang telah mereka selamatkan.
Premis ini kemudian dipertegas oleh kedatangan ayah Quill, seorang sentinel atau dewa. Kekuatan dewa ini tiada tara sehingga bisa membuat planet sendiri dan menguasai dunia. Planet ayah Quill sendiri digambarkan indah, modern, dan serba maju, meskipun tidak ada penduduknya di sini. Ayah Quill bercita-cita membagi kekuatannya untuk membuat dunia yang lebih baik. Oleh karena itu, dia mengajak anaknya untuk membuat dunia yang lebih baik. Ayah Quill membutuhkan kekuatannya karena dia sendiri tidak cukup kuat untuk membuat dunia yang utopis itu.
Pertempuran antarayah-anak terjadi. Atau, baik yang pura-pura jahat terjadi! Di bawah konflik ini, Rocket dan Yondu yang juga menggunakan premis tadi, malah hendak membalikkan premis yang membuatnya tidak konsisten. Bahwa, orang yang kelihatannya jahat sebenarnya bisa saja hatinya baik. Di atasnya, lewat konflik ayah-anak, orang yang kelihatannya baik sebenarnya bisa bisa saja jahat.
Distorsinya adalah di konflik. Orang jahat berpura-pura baik dikalahkan oleh orang baik berpura-pura jahat malah menjatuhlannya ke lembah ke-klise-an. Tentu tidak salah mengaburkan sifat baik dan jahat. Namun, konfliknya berakhir pada kebaikan mengalahkan kejahatan ya apa guna.
Konflik ini seperti ISIS yang pseudo-fundamentalist. Bercita-cita menegakkan kehidupan yang beragama, tapi malah memperkosa, menganiyaya, bahkan juga hedonis (jam tangan mewah milik pemimpinnya). Di dunia Barat, yang hedonis, liberal, dan jauh dari pencerahan spiritual, mengkritisi ISIS tapi juga melawan apa yang sedang mereka kritisi terhadap dirinya.
Jika perlawanan dalam diri sendiri yang lebih banyak dikuak, mungkin film ini tidak receh. Ini seperti mendalami konflik yang terjadi pada orang Barat yang melawan otokritknya.
Hal seperti inisebenarnya sudah banyak dilakukan. Salah satu yang berhasil adalah tokoh Professor Snape dalam fiksi Harry Potter. Snape hingga akhir hayatnya tetap berpura-pura jahat bahkan juga melakukan kejahatan terbesar dengan membunuh Dumbledoor, si penyihir baik. Kejahatannya ternyata, di akhir, terkuak jika ini demi kebaikan dan jalan satu-satunya.
Ini tidak seperti Rocket dan Yondu yang pada akhirnya membuka kepura-puraannya. Jika mereka mengalahkan kejahatan dengan kepura-puraan kejahatan (seperti yang dilakukan Snape), tentu ini konfliknya tidak sedangkal yang terjadi.
Kedangkalan ini juga menghinggapi ISIS yang malah sejak awal sudah mengungkapkan kepura-purabaikkannya. Sebagai kelompok fundamentalis, ISIS memalukan. Sebagai orang jahat, Rocket dan Yondu juga memalukan.
Secara tidak langsung, pikirku jahat, ini bisa melegitimasi kepura-puraan yang memalukan tadi asalkan ada niat baik. Hmmm khan?? Aku memang pura-pura jahat.
Comments
Post a Comment