Mendengar Alex Turner sebagai Solois
Alex Turner, vokalis dan gitaris dari Artic Monkeys dan The Last Shadow
Puppets, mengeluarkan album solo bertajuk Submarine. Apa
bagusnya? Ketika mendengar lagu di EP ini untuk pertama kali, komentarku
cuma "orang ini memang berbakat".
x
x
Alex pertama kali
sukses besar ketika bermain untuk indie rock'n roll modern, Artic Monkeys.
Berbekal sound yang simpel dan melodis, ditambah vokal yang super merdu untuk
seorang vokalis rock, Artic Monkeys meraih sukses besar di album
pertamanya, Whatever People Say I Am, That's What I'm Not (2006).
Tak hanya menjadi pentolan AM, Alex juga mendirikan supergroup The Last
Shadow Puppets bersama Miles Kane, James Ford, dan Zach Dawes di tahun
2008. Berperan sebagai vokalis bersama Kane, Alex cukup sukses memainkan lagu
lintas genre yang mungkin bisa disebut sebagai art rock.
Ketika album Submarine dirilis
tahun 2011 sebagai soundtrack dari film berjudul sama,
sejujurnya aku belum mendengar lagunya. Baru beberapa jam yang lalu aku
mendengarkannya. Ini artinya aku telah melangkahi album Humbug, (2009) Suck
It and See (2011), dan AM (2013). Dan tentu saja, aku
merasa album ini cukup kental dengan album Suck It and See yang rilis di tahun
yang sama. Cara bernyanyi Alex yang terkesan lemah, lemas, dan cuek jadi bukti
kesamaan di setiap lagu bertempo rendah.
Total enam lagu
dengan konsep down tempo yang dijajakan di album. Untuk hit siingle, aku menduga Stuck
On The Puzzle yang jadi tumpuan di album yang tergolong piano base.
Untuk lirik, Alex masih menggunakan ciri khasnya yang terus terang. Mungkin
sangat kekinian, tapi untungnya tidak terasa norak.
Lagu pertama dibuka
dengan Stuck On The Puzzle (Intro) sekitar satu menit. Ada dua
lagu yang sama di album meski berbeda di konten. Dbiuka dengan piano yang
aduhai indahnya, suara Alex masuk dengan lirik asoy nan romantis. "Well
last night I looked up into The dark half of the blue And they'd gone backwards". Berbeda
dengan versi panjangnya, intro ini terdengar indah cuma dengan pianonya. Di
versi panjang, dengan lirik yang panjang, drum dan gitar dimasukkan untuk
menambah kesan lebih tajam dan kuat. Lagu yang sangat indah.
Hiding
Tonight mengambil suara
gitar yang halus untuk menemani lirik yang optimistis menyambut hari esok.
Meski halus, memang sudah menjadi kebiasaan di lagu-lagu Alex yang penuh dengan
lirik deskriptif yang panjang. Andai saja dia benyanyi lebih simpel,
menggunakan konsep verse chorus yang diulang dan pendek, dan puitis, aku yakin
lagu ini akan pecah.
Glass In The
Park menambah konsep
piano dan gitar yang sangat kental. Alex bernyanyi dengan indah itu pasti,
tetapi pendengar barangkali butuh sesuatu yang variatif di album solo pop rock
yang melow seperti ini. Sebab, enam lagu yang terkonsep sama terbilang cukup
membosankan (terutama jika diputar beberapa kali saja).
It's Hard To Get
Around The Wind juga
masih memasang konsep gitar dan piano base. Baru di Piledriver
Waltz (juga terdapat di album Suck It and See)Alex mencoba sesuatu yang lebih enerjik dan hidup. Dengan
menambah aksen semacam alat musik tiup, lagu ini terdengar sexy dan menggoda.
Bercerita tentang suasana hati yang kacau dan disampaikan dengan lirik yang
sangat-sangat kekinian. Entahlah, aku tidak tahu kata apa yang lebih tepat
selain kekinian. Lirik-lirik Alex mungkin puitis sesuai standar zaman sekarang
atau tidak sama sekali. Lagi pula siapa yang peduli. Tidak ada keharusan agar
lagu bagus hars disertai lirik yang puitis.
"You look like
you've been for breakfast at the Heartbreak Hotel. And sat in the back booth by
the pamphlets and the literature on how to lose. Your waitress was miserable
and so was your food If you're gonna try and walk on water make sure you wear
your comfortable shoes"
Begitulah Submarine. Enam
lagu melow dengan estetika musik yang tinggi disertai vokal yang super merdu.
Bagaimanapun, inilah yang ingin kupuji dari Alex. Ketika bermain di band,
bernyanyi dengan penuh tenaga dan kencang, dia masih memiliki kontrol yang luar
biasa agar lagu tetap enak dan tidak terkesan lagu rock versi melow.
Perihal eksplorasi
(barangkali banyak yang bilang rockstar susah bernyanyi melow di nada rendah),
Alex sudah kuanggap pantas lah. Bagaimana pun, selain cara bernyanyi yang masih
seperti di album Suck It and See, selebihya Alex mampu tampil
sangat berbeda dari band-band sebelumnya. Bukan cuma sekadar menghilangkan
distorsi, tapi dari bentuk lagi yang terbilang kalem, tenang, dan tanpa beban.
Kesimpulanku, Alex
memang jenius. Bukan berarti album ini luar biasa bagusnya, tetapi sebagai
musisi profesional yang mampu membuat album solo dan bergerak menyimpang dari
kebiasaan. Mungkin tidak perlu pujian untuk keberaniannya karena zaman sekarang
perubahan mencolok juga banyak. Bedanya, kualitas Alex masih terjaga. Tidak
sepenuhnya mempesona tetapi tidak bisa dibilang sia-sia.
Gambar: https://goo.gl/YKuFyS
Comments
Post a Comment