Jarkoman yang Menyebalkan



Mari berbicara tentang kepedulian. Mungkin terlalu susah karena aku belum belajar sosiologi atau mungkin psikologi secara teoritis. Tapi namanya saja peduli, ya sudah coba saja menulis tentang kepedulian. Mulai dari yang mudah saja, membagikan artikel bermanfaat!

Jargon paling keceh dan menterengnya adalah "sharing is caring". Berbagi itu peduli. Lewat banyaknya kepedulian yang sungguh sangat menggembirakan, media-media bisa hidup dari kepedulian. Begitu juga sebaliknya, karena saking bergantungnya dengan kepedulian, media jadi ikutan genit membagikan berita yang mudah untuk dibagikan. Sungguh dahsyat ya sebuah kepedulian itu.

Sungguh indahnya berbagi itu, apalagi jika yang dibagikan bermanfaat. Lha kalau tidak?

Kepedulian, seperti membagikan artikel, ternyata jadi masalah yang cukup pelik belakangan ini. Hampir di seluruh dunia mengalami masalah serupa, hoax atau berita bohong. Indonesia misalnya, sempat merubah kebijakan karena ada hoax tentang jumlah pekerja asal Tiongkok yang membludak. Dahsyat.

Hasil dari keajaiban-keajaiban ini, belakangan, kepedulian dalam berbagi jadi satu hal yang cukup menyeballkan. Selain bisa saja tidak tepat sasaran, berbagi seperti pesan pendek misalnya, kadang hanya mengganggu saja. Tak hanya itu, dan yang paling menyebalkan, kadang kepedulian ini ternyata juga memiliki simbolisme-simbolisme tersendiri dari para penyantun. Sebab, kadang kala kepedulian ini dikapitalkan hanya untuk menarik perhatian.

Ya, aku mau bicara tentang kepedulian yang meluber-luber. Lewat skeptisisme yang cukup tinggi, aku kadang memandang orang-orang ini memainkan narsisisme lewat kepedulian. Misalnya saja sharing soal berita duka tentang orang yang sedang kesusahan. Beberapa waktu lalu ada kasus penipuan berangkat dari kepedulian. Dugaan pertama tentu karena si penyebar tidak meverifikasi dulu sebelum menyebar. Kedua, siapa sih yang mau mencela orang yang mencoba peduli.

Hari ini, beberapa menit yang lalu, aku membuka grup WA yang telah lama kumatikan. Ada seorang teman yang berkeluh kesah soal temannya yang membagikan pesan mirip propagandis yang provokatif. Kali ini, perbincangannya adalah negara karena sedang meramaikan gelaran kemerdekaan. 

Sebenarnya tidak perlu membaca sampai akhir kita sudah tahu kiriman seperti ini dari mana datangnya. Dengan gaya yang mengutuk paganisme, dengan narasi asing/aseng, sudah tertebak dari mana datangnya. Pertanyaannya, siapa yang bisa demikian peduli untuk menyebarkannya dan mengapa.

Ini adalah diskusi yang menarik. Mari kita jelajahi. Lewat penuturan temanku, penyebar adalah teman sedesanya yang usianya masih dibawahnya. Secara sederhana, dua hal seperti latar belakang dan usia jadi variabel yang berpengaruh. Awalnya aku berpikir jika usianya sekitar awal 20-an karena usia sebaya jadi perhitungan untuk masuk grup yang sama. Jadi, jika dia mahasiswa maka sudah masuk sekitar semester 3-5. Untuk itu, kematangan berpikirnya ternyata cukup pendek sehingga bersusah payah mengluarkan waktunya untuk menyebarkannya.

Kubilang pendek karena yang dibahas sudah tendensius dan mudah terlacak. Hampir tidak ada keberimbangan dan data disetiap orasinya, sehingga terjadi penggiringan opini yang sangat sepihak. Untuk meniainya, perlu diketahui dari mana datangnya agar terlihat perspektif dari siapa dan agendanya. Dan dari analisisku, perkiraanku cukup tinggi untuk mengatakan ini berasal dari kelompok islam konservatif atau garis keras.

Karena sudah masuk ranah agama, aku akan menjauh saja karena kurang berfaedah. Tapi kita masih bisa mengambil pelajaran yang berharga dan penting tentang kepedulian, terutama tentang berbagi artikel dan apa yang memotivasinya dan simbol-simbol yang menyerainya.

Jarkoman adalah bentuk realitas kepedulian yang paling nyata. Dengan tingginya konsumsi penggunaan ponsel pintar, juga segala sikap negatif yang diakibatkannya, bisa dibilang contoh ini salah satu sumbangan paling reflektif untuk orang yang berpikir. Paling tidak berpikir sebelum membagi apapun, terutama artikel yang bersifat provokatif.

Unuk kalimat bijaknya, kira-kira seperti ini, "Jangan biarkan kepedulianmu menyakiti niat baikmu hanya karena malas membaca".

Wuiiih..... Keren kan?

Begitulah. Berbicara bijak itu cukup mudah, tapi menjalankannya sangat susah. Untuk itu, aku cukup pesimis dengan frasa 'yang penting niatnya baik'. Kita harus bertanggung jawab bahkan untuk hal-hal sekecil ini. Hal yang sesimbolik ini! 

Dah!



contoh potongan percakapan provokatif

gambar: https://goo.gl/tsJq63

Comments

  1. Umumnya web legend yang mengupas mengenai Jarkoman, oia saya juga menemukan literasi lainnya mengenai definisi jarkoman adalah. Semoga bisa membantu buat menambah referensi kakak juga.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts