Lady Susan
Aku selalu mengklaim diri sebagai pecinta wanita. Dalam perkara apapun, wanita selalu terlihat menarik di mataku. Bila kita telah terbiasa dengan wacana feminis yang merasa lelaki menganggap wanita sebelah mata, itu tidak terjadi padaku. Aku malah ingin lebih memuliakan wanita. Menaruh wanita di atas lelaki, transgender dan gender lainnya. Yap, aku memang pecinta wanita!
Namun itu dulu, sebelum keyakinanku goyah. Memang kecerobohanku mengerdilkan wanita sebagai sekelompok manusia dengan segala dayanya tapi mengabaikan keunikannya. keunikan yang bisa membuat seluruh wanita berbeda. Itu semua berawal ketika aku membaca novel epistolary berjudul Lady Susan, karya Jane Austen. Sebuah karya yang kurang terkenal dari salah satu penulis wanita paling berpengaruh di dunia.
Lady Susan adalah wanita brengsek yang membuatku kagum sekaligus gusar. Kecantikan dan kecerdasannya berkata-kata memancarkan pesona. Namun, keserakahan dan keoportunisannya membuatku, apa boleh buat, berpikir ulang tentang wanita.
Berstatus janda, Lady Susan tak butuh waktu lama untuk segera mencari kekasih baru. Persoalan keuangan jadi faktor utama karena keahliannya cuma satu, merayu. Tak tanggung-tanggung, para pemuda yang usianya jauh dibawahnya pun bisa dikelabuhi. Benar-benar wanita yang berbahaya!
Cerita bermula ketika Lady Susan akan meninggalkan Lanford dan tinggal di rumah adiknya, Mr. Vernon di Churchill. Selain urusan ekonomi, Lady Susan harus menghadapi stempel masyarakat tentang dirinya yang perayu. Semua teman dan lelaki incarannya yang sudah di tangan harus dia tinggalkan. Bahkan, ada yang mengaggap dia lari karena telah merebut lelaki yang sudah bertunangan padahal usianya terpaut jauh.
Lady Susan memang digambarkan Austen memiliki kecantikan yang luar biasa sekalipun usianya sudah 35. Namun, yang paling berbahaya dari dirinya adalah kata-katanya. Lady Susan berbicara seperti penyihir. Pendengar yang datang dengan segudang kebencian padanya pun bisa berubah 180 derajat menjadi mencintainya. Dan ini terjadi kepada adik Mrs. Vernon, Reginald.
Sir Reginald adalah pemuda terdidik yang akan mewarisi kekayaan keluarganya. Ketika hendak berkunjung ke rumah kakaknya, dia sudah dipesan perihal berbahayanya Lady Susan. Bahkan kakaknya sendiri yang wanita bisa kuwalahan menghadapi Lady Susan.
Tak banyak pikir, Lady Susan sudah menjatuhkan sasarannya kepada Reginald. Dengan tarik ulur sedemikian rupa, tak butuh waktu lama, Reginald sudah jatuh di pangkuannya. Perkara berikutnya adalah melawan Mrs. Vernon yang sudah siap siaga bila hal ini terjadi. Dan pertengkaran Mrs. Vernon dengan adik dan kakak irparnya pun tak terhindarkan.
Rumah Mr. Vernon semakin bertambah ramai ketika putri Lady Susan, Federica, datang setelah mencoba kabur karena menolak perjodohan yang dilakukan Lady. Selain itu, lelaki yang hendak dijodohkan dengan Federica itu sendiri ternyata malah tergila-gila dengan Lady Susan sendiri. Ngehek.
Keluar dari sekolah dan menolak perjodohan, Federica malah jatuh cinta dengan Reginald, incaran ibunya. Lady susan berang bukan main. Keadaan pelik ini membahayakan Lady Susan karena pihak keluarga tentu akan lebih menrima Federica yang usianya lebih muda dari Reginald. Sebaliknya, Federica malah takut unutk menerima karena takut dengan Lady Susan yang otoriter dan membesarkannya tanpa kasih sayang.
Austen memang masih menonjolkan romantik di novel ini. Perkara kekuasaan, kisah cinta yang rumit, juga kecerdasan karakter memang menjadi miliknya. Jika setting berada di zaman ini, mungkin hasilnya akan lebih kompleks seperti Surat Panjang Tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya karya Dewi Charisma Michellia. Bentuknya mirip, epistolary berdasarkan surat, bercerita tentang wanita mandiri yang cerdas namun gagal menemukan cinta.
Surat, tak bisa dipungkiri menjadi media yang sangat kuat. Lewat surat, pikiran para karakter terlihat jelas. Semua diksi menunjukkan gelagat. Kalimat-kalimat menjadi mantra, cermin di hati. Surat memang susah berohong. Apa jadinya jika surat Kartini itu bohong. Itu hanya imajinasi saja, rekaan Nyonya Abendanon.
Untuk itu, Austen memecah pribadi Lady Susan lewat dua surat. Surat berisi kalimat-kalimat indah nan santun untuk keluarganya, sedang surat berisi hasrat, nafsu, kelicikan dia kirimkan ke temannya.
Agar tidak membosankan, surat-surat Austen kadang memasukkan dialog. Mungkin pembaca yang kritis kan berpikir karakter-karakter di sini ingatannya sangat kuat sehingga dialog pun ingat sampai mendetil. Mungkin ini perlu diperlukan karena bagaimanapun, emosi akan lebih mengena jika dibuktikan lewat dialog.
Memang terdengar seperti karya jurnalistik. Austen memasukkan tempat, tanggal dan unsur jurnalistik lainnya. Semacam, surat di zaman itu benar-benar official. Surat atau perkara tulis menulis jadi suatu yang penting, dan memang penting!
Yang terpenting dari novel ini tentu dorongan pada pembaca agar pandai berkata-kata. Lady Susan telah membuktikan bahwa dengan kata-kata, apapun yang diinginkkannya bisa diraih. Kata-kata bisa berada di diri Federica mungil yang santun, halus, dan menyejukkan. Juga berlarian lincah menggoda para pendengar seperti ketika berada di diri Lady Susan. Untuk itu, pandai-pandailah dalam berkata!
gambar: koleksi pribadi
Judul : Lady Susan
Penulis: Jane Austen
Penerbit: Qanita
Penerjemah: Dyah Agustine
Desain Sampul: AM Wantoro
Tahun terbit: September, 2016- cetakan 1
Penulis: Jane Austen
Penerbit: Qanita
Penerjemah: Dyah Agustine
Desain Sampul: AM Wantoro
Tahun terbit: September, 2016- cetakan 1
Comments
Post a Comment