Cerita Segar yang Menyenangkan


Kenapa aku tidak pernah meresensi Eka? Waduh. Pelanggaran. Mungkin ini telat, tapi lebih baik tidak ketimbang sama sekali.

Eka pertama kutahu karyanya tentu dari potongan cerpen saja di internet. Lanjut ke yang sudah di terbitkan, juga jurnalnya di laman resminya. Sangat menyenangkan membaca tulisan-tulisan Eka. Semuanya terasa segar, original, dan menohok. Ibarat musik, Eka Kurniawan seperti laiknya band indie. Berkreasi seenaknya, menohok semaunya.

Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi barang kali kumpulan cerpennya yang sangat sederhana. Tidak ada ledakan di sana sini, cuma nyaman saja dengan apa yang namanya bercerita. Memang begitulah Eka, cerita ya cerita saja, tidak usah mikirin yang lain. Pesan moral, gaya yang menukik-nukik, ah, tidak penting. Cerita adalah cerita.

Namun jangan salah, cerita Eka bukan sembarang cerita. Ceritanya memang begitu saja, tapi tidak biasa. Pembaca akan berkali-kali berpikir, "kok bisa"? Begitulah Eka.

Nomor pertama ada Germis yang Sederhana. Cerita tentang kencan dua orang Indonsia di Amerika. Canggung berkenalan, dan kikuk. Saking kedernya,  pembicaraan malah beralih ke pengemis yang mengantri makanan di restauran. Mereka membandingkan situasi langka tersebut jika dibandingkan dengan di Indonesia, pasti sudah di usir. Bermaksud berbaik hati, si lelaki merogoh sakunya dan hampir memberikan semua recehannya. Barulah sadar jika cincin kawinnya juga ikut terbawa. Tambah canggung.

Berikutnya, Gincu Ini Merah, Sayang menarik pola masa lalu, sekarang, dan yang kemudian. Pasutri nakal, suami tukang jajan, si istri jajanan, dipoles dengan trauma masa lalu dan bayang-bayang di masa depan. Perselingkuhan tentu saja. Peliknya, di masa sekarang, pasutri ini juga memiliki sikap ganjil tak tertulis kepada sebuah gincu. Suami mengira si istri masih bekerja seperti dulu maka dari itu dia tidak suka. Sedangkan si istri memakai gincu seperti dulu karena berpikir suami akan tertarik padanya seperti dulu. Benar-benar cerita yang tidak bisa berakhir.

Cerita yang diambil sebagai judul buku, Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi adalah cerita keputusasaan yang diobati dengan klenik mimpi. Si perempuan benar-benar patah hati oleh sebab pernikahannya batal tepat di hari-H, yang parahnya semua tamu sudah datang. Jalan keluar yang dibawa Eka memang tergolong krusial karena mengada-ada. Tapi paling tidak dia punya rumusnya agar pembca bisa menerima. Dan begitulah, lelaki yang dilihatnya di mimpi ternyata juga memiliki mimpi yang sama dengan pertemuan yang sama. Oleh mimpi harifiah ini, keduanya bertemu. Dua tokoh yang tolol pastinya.

Barangkali ini adalah keunggulan utama Eka. Membawa semacam klenik ke abad sekarang tentu merepotkan. Apa yang dilakukan Eka malahan sebaliknya, membuatnya mudah. Di beberapa cerita lainnya, cara seperti ini diterapkan dan semacam menjadi landmark-nya.

Penafsir Kebahagiaan adalah yang paling brengsek di sini. Seorang mahasiswa kaya dan brengsek kuliah di Amerika. Bukannya belajar, dia malah colut, hura-hura. Bahkan, dia membawa pelacur dari Indonesia dengan alasan: lebih murah! Pelacur yang terpuji ini olehnya diberi pekerjaan melayani teman-temannya setiap hari kecuali akhir pekan. Suatu ketika, yang ditakutkan terjadi, si pelacur hamil. Tentu ini masalah besar jika harus berurusan dengan otoritas daerah. Parahnya, si mahasiswa ini sedang pergi berlibur. Untungnya, setidaknya menurut si pelacur, seseorang yang dikiranya teman mahasiswa tadi datang, dan dimanfaatkanlah dia. Mahasiswa tadi pulang dan kaget menghadapi kedua orang tadi, tapi masih tetap ngehek dengan bilang, "Aku tak keberatan menganggapnya adik".

Brengsek. Sangat organik. Eka memang luwes dengan semua idenya. Seperti cerita yang dialirkan bisa muncul begitu saja lalu dibengkak-bengkokkan seenaknya. Mungkin dia memang pantas jika disebut The Economist sebagai penulis besar setelah Pramoedya Ananta Toer. Tentu saja dengan kualifikasi dan cara yang berbeda. Eka tidak akan mungkin menulis seperti Pram yang sudah seperti dewa.

Nomor lainnya juga bersifat agak klenik dan yang memainkan kegelisahan, dendam dan harapan. Cerita Batu misalnya menceritakan dendam sebongkah batu untuk membunuh seseorang yang akhirnya berhasil karena batu tersebut telah menjadi kerikil tajam. Juga Kapten Bebek Hijau yang memiliki harapan tinggi akan kepercayaan diri. Menjadi diri sendiri di tengah perbedaan dinampakkan Eka cukup pelik, dan sayangnya dia akhiri cerita dengan mengerdilkan yang tak lagi spesial atau yang banal.

Barang kali, cerita favoritku adalah Teka Teki Silang. Bermain di ranah psikologi, Eka berhasil membuat cerita terasa horor. Seorang pembuat teka-teki silang,yang juga gemar mengisi teka teki silang menjadi gila karena mengira TTS yang ditemukannya memiliki kekuatan magis. Alasannya, beberapa jawaban yang diisinya beraplikasi nyata. Tentu saja itu cocoklogi, tapi tidak di perspektif tokoh. Akhirnya, kepanikan-kepanikan menyerangnya hingga menjadi gila dan mati. Brengsek.

Kebrengsekan Eka memang menyenangkan. Setidaknya aku merasa sangat puas membaca ceritanya. Dia tidak seperti Leila S. Chudori atau Seno Gumira yang menurutku penulis cerpen yang sangat teknologis atau terukur. Eka menulis dengan bebas, itu saja!


gambar: dok. pribadi

Judul: Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi
Penulis: Eka Kurniawan
Penerbit: Bentang Pustaka
Ilustrasi Sampul: Ayu Hapsari @labusiam

Comments

Popular Posts