Perspektif Tak Terhingga



Art sings and shouts from the axis of truth to wake us up to who we are and where we are going. -Alex Grey

Apakah benar seni sudah membangunkan manusia? Atau malah mungkin ini terdengar berlebihan? Bukankah seni itu ya Picasso, kalau tidak ya daVinci, Angelo, atau juga Mozart? Keindahan kan seni itu? Jadi, keindahan yang bisa membangungkan manusia itu adalah seni kan?

Dalam sehari-hari, manusia sebenarnya sudah menemui puluhan bentuk seni. Kadang ada yang spesifik bernilai fungsi, kadang juga untuk menambah kesan keindahan. Misalnya, apa yang kita tempel di dinding kamar kita? Atau desktop komputer kita? atau wallpaper di layar telepon pintar kita? Ternyata kita semua telah mengalami seni. Namun yang secara tidak sadar terjadi sebenarnya kita juga telah memenjarakannya pada sebuah seruan yaitu keindahan.

Lalu apa guna seni selain untuk keindahan, atau kalau bukan soal keinidahan? Sebenarnya kita bisa menjawabnya ketika memposisikan seni jauh di tempat lain. Karena kita sudah mengalami seni, jadi ini bukan perkara yang susah. Seni memasak, seni bela diri, seni politik, seni becocok tanam adalah pertanyaan untuk menjawab pertanyaan di atas, bahkan lebih kompleks,-apa ini termasuk seni?

Yang pasti, dan harus, seni bukan melulu keindahan. Seni dalam diri seni politik mungkin akan lebih tepat kalau dipahami sebagai unsur dasar untuk mengolah perihal politik. Kita pasti setuju seruan agar berpolitik secara indah. Tapi apakah keterampilan berpolitik dengan cerdik atau katakanlah mendidik,bisa disebut indah? Mungkin kita teralu terburu-buru.

Jika seni, misalnya musik,  yang masih berkiblat pada keindahan dan menekankan pada keterampilan praktis, dijamin kita bakal cepat bosan! Tidak akan ada yang bisa membangunkan kita dan mencoba berefleksi.

Sejak zaman manusia purba, seni sebenarnya sudah ada. Keterampilan berburu para manusia yang berdiri tegak melwan mamot, macan besar, hinga monster-monster di dataran Australia tidak mungkin terjadi jika tidak memiliki keterampilan. Namun, kita mngkin akan lebih tertarik dengan lukisan mereka di dinding gua. Kenapa? Kemungkinan karena gambar tadi masuk ke pikiran dan memaksa berpikir tentang kehidupan di zaman purba.

Jadi, seni ini sebaiknya disikapi bagaimana? Aku pribadi akan mengatakan bahwa cukuplah kita tenggelam di lautan estetika. Kita layak mendapatkan seni yang menyegarkan pikiran, bukan cuma indah secara visual. Caranya tentu saja dengan mengubah cara pandang tehadap seni yang bukan melulu soal keindahan. Karena jika tidak, kita sama saja meremehkan seni.

Untuk itu, melihat posisi seni juga semakin sulit. Terutama jika mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari yang serba cepat, untuk apa menghayati seni? Seperti tadi, secara ideologis, pandangan kita memang sudah meremehkan seni. Karya seni yang terlibat dalam layout majalah, desain kemasan, motif pakaian. hanya menjadi pemantik saja. Bukan menjadi hal yang primer.

Bambang Sugiharto yang merangkum kata Arthur Danto, Victor, Adorno, tak menampik posisi seni tak bisa serius menjadi penting. Pekerja seni seperti mereka bahkan menganggap bahwa mendudukan seni sebagai sesuatu yang penitng dalam peradaban tetaplah terasa mengada-ada. Kita mesti jujur dalam melihat seniman. sebagai pekerja seni yang serius dalam sebuah ketekunan, bukan sisi eksentriknya saja.

Bukan sisi eksentriknya saja!

Ini adalah kalimat yang menarik. Seniman sudah buru-buru dilabeli pakar keindahan, ditambah pula pribadi yang eksentrik. Stereotip seperti ini justru sangat mengganggu. Orang yang sedang belajar seni mungkin secara tidak sadar akan mengejar dua tuduhan tadi, kalau tidak salah satu. Cap seperti "cah seni","cah dkv", "cah lukis", mau tidak mau sepertinya akan membentuk pribadi si seniman.

Kalau sudah begini, melihat seni akan susah. Kita sudah tidak jujur dengan melihat sisi eksentriknya saja, ditambah pula seniman korban dari stempel kita. Terus kenapa? Ya dampaknya tentu berpengaruh pada karya. Seniman yang cuma mengejar sisi eksentrinya saja, kendindahan saja, apa membuat karyanya terus ternama?

Kalau cuma persoalan indah tidak indah saja, apakah seni bisa membangunkan manusia yang tertelan sistem (sistem apa saja)? Fungsi seni yang membangunkan manusia jadi hilang. Ketika seni sudah tidak mampu membangunkan manusia, tak ada lagi perspektif tak terhingga. Semuanya sama. Motifnya keindahan, eksentrik, narsistik, atau bahkan uang.

Aku penggemar seni amatir. Tapi aku juga belajar menikmati dengan cara yang benar. Bagaimana cara menikmati yang benar? Prinsipnya sederhana, seni harus berbicara sendiri. Kalau kita tidak mendengarnya? Berarti kemampuan kita yang kurang. Atau mungkin tertutup oleh keindahannya. Jika sudah begini, yang mesti kita cari adalah apa yang ditawarkan. Apakah ada sedikit saja perspektif yang tersampaikan?

Perjalanan belajar seni kutempuh hingga ke negeri Jogja. Setiap tahun, selalu ada acara seni yang cukup megah. Acara ini bertajuk Artjog, yang menampilkan berbagai macam seni, mulai dari rupa, lukis, musik, dan kini juga menghadirkan film.

Inilah beberapa karya yang terdapat di Artjog 2017!












Comments

Popular Posts