Pembakar Buku
![]() |
Fahrenheit 451 by Ray Bradburry |
Untuk seorang kutu buku, penulis, atau siapapun yang berkecimpung dengan dunia baca-tulis, kontribusi apa yang paling bisa diberikan? Ray Bradbury menjawab pertanyaan mudah ini dengan karya tidak mudah, memenjarakan buku dalam distopia!
Lepaskan buku dan lempar pada perapian. Sensasi kebiadaban seperti setidaknya harus dialami oleh seluruh makhluk berbuku. Ada kalanya pembaca harus merasa sedih seandainya buku benar-benar dilarang dibaca, bahkan harus dimusnahkan.
Lepaskan buku dan lempar pada perapian. Sensasi kebiadaban seperti setidaknya harus dialami oleh seluruh makhluk berbuku. Ada kalanya pembaca harus merasa sedih seandainya buku benar-benar dilarang dibaca, bahkan harus dimusnahkan.
Jika 1984 milik Orwell terlalu politis, maka Ray terlalu berbuku. Hampir setiap bab paling tidak sekitar lusinan alusi tentang buku bermunculan. Dari Shakespeare hingga Beecher Stowe. Dari Julius Ceasar sampai Marx. Dari Machiavelli sampai Benjamin Franklin. Di sanalah kalimat-kalimat mereka bertebaran dalam tokoh-tokoh Ray, dalam kisah seorang pemadam kebakaran yang bertugas, justru, membakar buku!
Buku dalam novel ini disangka membahayakan pikir. Buku dengan pesan-pesan kritis atau menggugah jiwa dianggap menyerang pikiran. Dengan berbuku, terciptalah orang-orang pintar (intelektual), dan karena kaum sosialis harus sederajat, maka bebuku itu dilarang. Buku-buku hanya membuat gelisah. Buku adalah sumber penindasan.
Montag, karakter utama, seorang pemadam berdedikasi tinggi nan cerdas, menjadi pembenci buku ulung. Apapun yang terjadi, tugasnya sebagai pemadam adalah kebanggaan. Dan karena berbuku adalah kegiatan yang menyesatkan, apapun yang terjadi dia akan siap memusnahkannya. Apa yang dilakukan adalah mengikuti sistem yang dia percayai benar dan menyelamatkan banyak orang.
Perjalanan kenabian ini mengalami titik baliknya ketika dia bertemu tetangganya, Clarisse yang berbuku dan peristiwa pembakaran buku yang memakan korban jiwa. Apa yang dilakukan Clarisse sebenarnya sederhana, seperti nabi atau filsuf, yakni bertanya. Dan pertanyaan genting itu adalah apa alasan tindakannya membakar buku.
Montag dengan berbagai macam argumen yang disediakan jadi kikuk. Dia tidak tahu jawaban-jawaban tentang hal ini. Kegelisahan hebat menyerang dirinya. Persis ketika nabi mendapatkan wahyu dari Tuhannya. Dan beruntungnya, ada seorang profesor sebagai Jibril yang membantunya meski keduanya tahu tindakan ini membahayakan.
Mengobrol dengan Clarisse, mencuri buku yang seharusnya dia bakar kemudian membacanya, belajar dengan profesor, lama kelamaan, Montag jadi haus akan ilmu pengetahuan. Montag pun sadar betul posisinya sebagai pemadam akan membahayakan nyawanya, dan inilah yang terus membuatnya gelisah. Seperti "polisi pikiran"nya Orwell, kegelisahan Montag tercium atasannya, kapten Beatty.
Mengobrol dengan Clarisse, mencuri buku yang seharusnya dia bakar kemudian membacanya, belajar dengan profesor, lama kelamaan, Montag jadi haus akan ilmu pengetahuan. Montag pun sadar betul posisinya sebagai pemadam akan membahayakan nyawanya, dan inilah yang terus membuatnya gelisah. Seperti "polisi pikiran"nya Orwell, kegelisahan Montag tercium atasannya, kapten Beatty.
Beatty yang sudah berpengalaman, paham betul oleh tindak tanduk mencurigakan anak buahnya yang menyimpang, terutama jika anak buahnya jadi lebih pintar. Dengan kutipan dari sana-sini, terlihat Beaty mampu sekali lagi menggoyahkan pikiran Montag. Beatty menjelaskan buku memang membuat pintar pembacanya, dan karena itu juga membuatnya lebih dari orang yang tidak membaca.
"Dan Iblis mengutip kitab suci untuk tujuannya.' Lalu kau berteriak, ' Zaman ini berpikir lebih baik bodoh berlapis emas daripada seorang suci lusuh di sekolah kebijaksanaan!' kemudian aku berbisik dengan lembut. 'Martabat akan kebenaran hilang apabila terlalu banyak melakukan protes.' Dan kau berteriak, 'Bangkai-bangkai berdarah dalam pandangan si pembunuh!' Dan kau berkata menepuk-nepuk tanganmu, 'Apa aku memberimu mulut parit?' dan kau menjerit, Pengetahuan adalah kekuatan!' (hlm. 132).
Beatty, entah bagaimana latar belakangnya, terlihat sangat cekatan menangkis imajinasi perdebatannya dengan Montag. Ini kemudian jadi cukup pelik, mengapa Beatty yang ternyata berbuku malah menjadi pembenci buku? Mungkin Ray memang ingin mengabadikan sistem sosialis yang beku dan robotik lalu dibenturkan dengan buku-buku. Maka, ketakutan akan buku (sumber terbukanya pikiran) adalah senjata terbaik para propagandis!
Dunia rekaan Ray memang berlatar sosialis sehingga buku yang mencerahkan pikiran harus dilarang. Alasannya tentu untuk mengekang orang berpikir. Orang yang tidak membaca buku tidak banyak berpikir, sehingga mudah dikendalikan oleh penguasa. Sedangkan para pembaca buku, orang yang pikirannya terbuka, hanya akan membuat keadaan tidak stabil karena menjadi peka dengan keadaan.
Di sini, Beatty salah mengartikan buku sebagai pembuat pikiran sesat. Membaca adalah proses berpikir, jadi pengetahuannya akan membentenginya dari sesuatu yang disebut sesat. Kalaupun buku itu begitu dahsyatnya sehingga merubah kepribadian seseorang, itu berarti ada yang salah dengan orang atau lingkungan tersebut.
Di bagian akhir, cerita ini ternyata harus melewati adegan pembunuhan Beatty oleh Montag. Sesaat sebelum meninggalkan kota, yang juga akan segera hancur, rumah Montag telah dikepung oleh kompatriotnya dengan tujuan menghancurkan koleksi bukunya. Perdebatan hingga akhirnya pembakaran rumah dan terbunuhnya Beatty menjadi akhir cerita. Tidak disebutkan bagaimana posisi pemerintah atau dunia menanggapi perkara ini.
Yang jelas, kematian Beatty sebenarnya cukup mengejutkan karena Montag harusnya adalah nabi baru di masyarakat itu. Tapi Ray malah bermaksud lain. Nabi yang bersahaja memang tidak hadir secara instan lewat Tuhan, tapi harus dipelajari. Dia membawa Montag ke pinggiran kota tempat para penyintas buku berada, melanjutkan rasa penasarannya pada buku.
Penakut Buku
"Dan Iblis mengutip kitab suci untuk tujuannya.' Lalu kau berteriak, ' Zaman ini berpikir lebih baik bodoh berlapis emas daripada seorang suci lusuh di sekolah kebijaksanaan!' kemudian aku berbisik dengan lembut. 'Martabat akan kebenaran hilang apabila terlalu banyak melakukan protes.' Dan kau berteriak, 'Bangkai-bangkai berdarah dalam pandangan si pembunuh!' Dan kau berkata menepuk-nepuk tanganmu, 'Apa aku memberimu mulut parit?' dan kau menjerit, Pengetahuan adalah kekuatan!' (hlm. 132).
Beatty, entah bagaimana latar belakangnya, terlihat sangat cekatan menangkis imajinasi perdebatannya dengan Montag. Ini kemudian jadi cukup pelik, mengapa Beatty yang ternyata berbuku malah menjadi pembenci buku? Mungkin Ray memang ingin mengabadikan sistem sosialis yang beku dan robotik lalu dibenturkan dengan buku-buku. Maka, ketakutan akan buku (sumber terbukanya pikiran) adalah senjata terbaik para propagandis!
Dunia rekaan Ray memang berlatar sosialis sehingga buku yang mencerahkan pikiran harus dilarang. Alasannya tentu untuk mengekang orang berpikir. Orang yang tidak membaca buku tidak banyak berpikir, sehingga mudah dikendalikan oleh penguasa. Sedangkan para pembaca buku, orang yang pikirannya terbuka, hanya akan membuat keadaan tidak stabil karena menjadi peka dengan keadaan.
Di sini, Beatty salah mengartikan buku sebagai pembuat pikiran sesat. Membaca adalah proses berpikir, jadi pengetahuannya akan membentenginya dari sesuatu yang disebut sesat. Kalaupun buku itu begitu dahsyatnya sehingga merubah kepribadian seseorang, itu berarti ada yang salah dengan orang atau lingkungan tersebut.
Di bagian akhir, cerita ini ternyata harus melewati adegan pembunuhan Beatty oleh Montag. Sesaat sebelum meninggalkan kota, yang juga akan segera hancur, rumah Montag telah dikepung oleh kompatriotnya dengan tujuan menghancurkan koleksi bukunya. Perdebatan hingga akhirnya pembakaran rumah dan terbunuhnya Beatty menjadi akhir cerita. Tidak disebutkan bagaimana posisi pemerintah atau dunia menanggapi perkara ini.
Yang jelas, kematian Beatty sebenarnya cukup mengejutkan karena Montag harusnya adalah nabi baru di masyarakat itu. Tapi Ray malah bermaksud lain. Nabi yang bersahaja memang tidak hadir secara instan lewat Tuhan, tapi harus dipelajari. Dia membawa Montag ke pinggiran kota tempat para penyintas buku berada, melanjutkan rasa penasarannya pada buku.
Penakut Buku
Pembaca atau penonton film berjudul The Book Thief pasti mafhum betapa, ternyata, buku itu bisa begitu menakutkan. Nazi yang tengah mengampanyekan propaganda anti asing dan liberal melarang rakyatnya untuk membaca, menonton film, atau mendengarkan musik yang berpaham liberal. Pembakaran buku ini ternyata didukung penuh oleh masyarakat yang mencintai Herr Fuhrer mereka.
Ketakutan pada buku yang meracuni pikiran juga terjadi di Indonesia. Ketika partai komunis dibasmi habis, pahamnya pun tidak boleh ketinggalan. Itu artinya buku dan segala materi berbau komunis harus dilarang. Tak kurang, film berbau propaganda tentang kebusukan komunis juga disebarkan. Hingga milenium baru, buku beraliran, atau pun yang berafiliasi dengan orang kiri, baru boleh dibuka kembali.
Di pinggiran pantai kosmik ini, berapa lama manusia telah menyianyiakan waktunya untuk tidak membaca? Sungguh aneh ketika di zaman sekarang masih ada penakut buku. Pembubaran buku oleh ormas intoleran beberapa kali terjadi di Indonesia, yang hidupnya lebih baik dari Montag. Seberapa seramkah buku?
Penghancuran buku memang didasari oleh sentimen pada pembuat dan isinya. Fernando Baez menyebutnya sebagai penghapusan memori atau warisan dari suatu kebudayaan. Pelarangan peredaran buku komunis jelas menyalahkan komunis sehingga harus dihapus dari sejarah. Generasi setelah era pelarangan komunis misalnya, dengan mudah membenci komunis tanpa tahu apa itu komunis. Jika ketakutan ini berlanjut mungkin pemadam kebakaran bernama Fahrenheit 451 di zaman ini akan dibentuk.
Sayangnya, kita justru membutuhkan Montag sekarang. Kita butuh nabi yang berjalan dari tempat gelap ke tempat terang sambil menenteng buku. Membawanya ke rumah-rumah untuk berdakwah. Kita butuh nabi Montag untuk sekali lagi membebaskan orang-orang bebal penakut buku!
Comments
Post a Comment