Alam Liar
Seorang pemuda cerdas, lulus dengan nilai terbaik di kampus, berkeluarga kaya, atau semua yang berdekatan dengan makna sukses, memilih membuang masa depannya yang "cerah" itu untuk pergi berpetualangļ¼hidup di jalanan hingga alam liar. Tak ada pekerjaan, tak ada uang, "hanya" kehidupan liar. Pria ini bernama Christopher McCandless a.k.a Alexander Supertramp, yang kisah nyatanya kemudian difilmkan oleh Sean Penn ke dalam film Into the Wild.
Alex adalah pemikir yang sangat liar. Baru lulus kuliah, pemikirannya sudah langsung mempertanyakan sistem yang telah mapan. Misalnya saja pendapatnya tentang kehidupan modern, seperti konsepsi karir yang dinilainya mengada-ada. Dia bilang, "I think careers are a 20th century invention, & I don't want one". Pernyataan ini dia tindak lanjuti dengan mengabaikan karir dan memulai hidup baru sebagai pengembara, dari kota ke kota, sungai, gurun, hingga daerah dingin Alaska.
Yang membuat penasaran, kenapa Alex melakukan itu?
Alex adalah pemikir yang sangat liar. Baru lulus kuliah, pemikirannya sudah langsung mempertanyakan sistem yang telah mapan. Misalnya saja pendapatnya tentang kehidupan modern, seperti konsepsi karir yang dinilainya mengada-ada. Dia bilang, "I think careers are a 20th century invention, & I don't want one". Pernyataan ini dia tindak lanjuti dengan mengabaikan karir dan memulai hidup baru sebagai pengembara, dari kota ke kota, sungai, gurun, hingga daerah dingin Alaska.
Yang membuat penasaran, kenapa Alex melakukan itu?
Pertanyaan ini dijawab secara tersirat oleh buku-buku
bacaannya. Terungkap bahwa Alex adalah pribadi yang begitu terobsesi dengan
Jack London dan Leo Tolstoy. Dia hidup bersama karakter-karakter fiksi mereka.
Salah satu karakter yang mirip dengannya adalah Buck, anjing besar dari
karakter The Call of the Wild. Dan bisa dibilang, inilah novel yang memanggilnya ke alam liar.
Novel ini menampilkan kehidupan yang mapan lalu membawanya jatuh ke tempat yang paling bawah. Namun bukan perihal material yang dilukiskan, melainkan jiwa. Jiwalah yang pada akhirnya menentukan keterpurukan atau kemenangan. Dan pertanyaan ini hanya bisa dijawab ketika persepsi berada di titik paling awal. Dan itulah alam liar, di mana semuanya berasal.
****
Jack London menulis novel fenomenal ini tahun 1903.
Setengah abad setelah revolusi industry mencapai puncaknya. Novel ini ditulis ketika
awal abad ke-20 sedang menjajaki model baru sistem kehidupan. Tidak ikut
merayakan keberadaan mesin uap dan perkembangan teknologi lainnya, Jack membawa
pembaca ke daerah-daerah terpencil di Amerika.
Jack berpengalaman sebagai pencari emas di alam liar di
Kanada. Latar belakang ini membuatnya menulis tentang panggilan alam liar. Sebuah
panggilan yang mengingatkan manusia dengan alam. Sebuah kehidupan keras dengan
musim dingin yang masih ādinginā. Kehidupan dengan gambaran manusia yang masih gagap
melawan hukum alam.
Tak menyianyiakan pentingnya karakter, Jack memilih
bercerita lewat seekor anjing. Karakter binatang yang tentu membuat cerita
lebih dalam karena membicarakan insting. Sudut pandang ini juga terbilang segar
karena tidak berbentuk fabel.
Sama seperti Alex, Buck berasal dari kehidupan yang
mapan. Dia dipelihara oleh seorang hakim di California dan hidup dengan kehormatan
dan kemewahan. Buck adalah anjing yang lebih besar dan lebih cerdas dari
serigala. Sosoknya cukup sombong karena kecerdasan dan fasilitas yang diberikan majikannya.
Hari-hari indah Buck tidak berlangsung lama. Pembantu
di rumah si hakim menculiknya dan menjualnya. Si anjing terhormat kini berada
di dalam kurungan yang diperlakukan dengan memalukan. Perlakuan istimewa telah
sirna. Yang dia kenal sekarang hanyalah hukum pentungan. Hukum ini yang
membuatnya jera karena manusia tidak segan-segan menghajarnya sampai
berhari-hari pingsan.
Hari-hari Buck yang buruk kian bertambah buruk setelah
dia tiba di dataran dingin. Seorang kurir membelinya untuk menarik kereta
luncur yang harus berlajan puluhan mil. Seekor anjing yang dulunya seperti
bangsawan, kini harus bekerja keras jika tidak ingin menerima hukum pentungan.
Selain kerasnya kehidupan sebagai penarik kereta, Buck
juga harus menghadapi lingkungan barunya. Bersama rombongan anjing husky yang berpengalaman dan buas, Buck
harus bersikap cerdas untuk hidup melawan pekerjaan dan kawanan anjing lainnya.
Salah satu yang tidak dia sadari, kehidupan keras ini
membangkitkan insting purba Buck. Dilengkapi dengan kecerdasan dan kekuatan
yang baik, dia bisa beradaptasi lebih baik dari siapapun. Dan ini menimbulkan
kecemburuan.
Apresiasi dari majikan ketika bekerja dengan baik di
sisi lain mendatangkan bahaya. Anjing-anjing yang hanya mengenal bekerja, dan
menganggap pekerjaan ini sebagai kehormatan, terbawa dalam suatu iklim
kompetisi. Dan di sanalah terjadi pertarungan memperebutkan kepemipinan.
Setelah ada hukum pentungan, kini bertambah satu lagi yaitu hukum taring.
Kehidupan purba anjing yang buas secara tidak sadar telah
Buck masuki. Oleh kecerdasannya, dia
membuat pertarungan secara politis dengan menghimpun kawanan untuk melakukan
pemberontakan. Oleh kekuatannya, pertarungan sampai mati dengan kontak fisik
dilakukan.
Alam liar dari sudut pandang Buck dengan jelas
memetakan kehidupan modern yang terhormat dengan kehidupan purba yang liar. Tentu
ini bisa diinterpretasi secara bebas bahwa kehidupan modern yang menganggap
suatu sistem sudah purba sebenarnya juga paradoks karena hanya berbeda secara
teknis. Hukum alam dengan taring yang diganti dengan pentungan sejatinya tetap
sama, yaitu kekerasan.
Akhirnya, kehidupan modern pun sebenarnya tidak
mengalami perkembangan psikologis yang signifikan. Bedanya, kehidupan modern
bisa dengan bebas masuk ke kehidupan orang lain. Merasakan penderitaan dan
mencoba memahaminya.
Sebaliknya, kehidupan purba lebih
oportunis dan tanpa kompromi. Anjing yang kuat akan selalu menegakkan
kedisiplinan tanpa mengenal kasihan. Belas kasihan tidak ada dalam kehidupan
purba. Perasaan ini bisa disalahpahami sebagai ketakutan, dan kesalahpahaman
itu bisa membawa kematian (hlm. 113).
Kembali ke
alam
Ketika sudah berada dalam puncak pencariannya, Siddhartha
menemukan sungai dan akhirnya mengenali dirinya. Air sungai merangsang lecutan
pikiran dan perasan untuk berefleksi dan menemukan siapa dirinya sebenarnya. Refleksi
inilah yang kemudian dipakai Jack untuk mengubah secara total jati diri Buck.
Sebuah lolongan dari serigala yang biasanya sudah
lumrah didengar tiba-tiba membuat Buck bertanya-tanya pada dirinya. Lolongan ini
mengusiknya. Membuatnya mencari-cari ada apa dan mengapa dia dipanggil.
Buck yang telah berkali-kali berganti majikan dengan
kembali mendapatkan kasih sayang dan kehormatan berhadapan dengan suatu yang
asing, naluri. Setelah kehidupan berisi kerja keras, pertarungan, kesedihan,
kesakitan, hingga kasih sayang, kini Buck mendapatkan sesuatu yang membuatnya
sangat mengenal dirinya.
Seekor anjing besar yang kuat dan terkenal tetaplah
anjing. Inilah identitas yang membuatnya gelisah selama ini. Dia harus
menemukan lolongan itu, panggilan itu. Karena di sanalah kawanannya dan kehidupan
sudah menunggu.
Apa yang terjadi dengan Alex di alam liar adalah tahap
pencarian identitas. Ketika dia akhirnya berkesimpulan bahwa kebahagiaan hanya
diperoleh ketika dibagi, ini persis terjadi dengan Buck. Kembali ke alam adalah
pencarian identitas dari jutaan nomor pengalaman kembali ke nol. Dengan membaginya,
maka makna identitas itu akan berlangsung.
gambar: foto pribadi
gambar: foto pribadi
Judul :
The Call of the Wild
Penulis :
Jack London
Penerjemah :
Eko Indriantanto
Editor :Tanti
Lesmana
Desain sampul :
Eduard Iwan Mangopang
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit :
Cetakan pertama, 2016
Halaman :
160
Comments
Post a Comment