AKU

aku asu

Aku adalah aku. Aku pernah ke mana saja, menjadi apa saja, dan melakukan apa saja. Aku masuk ke dalam diri orang lain, menelan kepala orang lain, memuntahkannya, kadang juga memakannya kembali.

Aku menyadari aku ketika aku pertama kali menjadi Spongebob. Sebuah acara TV goblok dari Amerika yang dengan cara sederhana mengenispirasi cara komunikasiku. Menyimpan dendam, tapi membalasnya dengan halus. Aku penggemar Spongebob sejati. Apa adanya dan cenderung tidak perduli.

Aku berikutnya adalah Jack Sparrow. Lagi-lagi sebuah karakter yang berasal dari sebuah fiksi. Peran yang dimainkan Johnny Depp selalu membuatku tercengang. Sikap berbohong tetapi terasa jujur, berbicara jujur tetapi terlihat berbohong adalah sikap keseharianku. Aku menikmati orang yang nyinyir denganku ketika akalnya yang cetek tak mampu membedakannya. Salut untuk Depp!

Aku berikutnya pergi ke dunia yang bising. Music adalah dunia dengan bermacam pohon suara. Sedangkan aku tersesat di salah satu hutan terbesarnya. John Lennon, Axl Rose, BJ Armstrong adalah nama-nama awal aku belajar memanjat pohon. John adalah contoh bengal yang cerdas, Axl adalah bengal yang indah, sedang BJ adalah bengal yang brengsek. Semua kepribadianku yang sekarang memang banyak yang berasal dari hutan ini. Hingga sekarang, aku masih tersesat di hutan ini. Celakanya, aku malah menikmatinya.

 Aku berikutnya adalah pakdeku. Aku tidak tahu mengapa, Pakde adalah salah seorang terbesar yang pernah kukenal. Pakde adalah symbol tegaknya sebuah prinsip. Symbol kejantanan yang barangkali susah didapat remaja bodoh yang dicekoki lingkungan hipokrit. Pakde adalah orang yang mengajarkan hidup berdasarkan prinsip. Aku pernah mencuri dengar ketika dia diwawancara oleh mahasiswanya. Katanya, prinisipnya adalah Al Quran dan Hadist. Really?

Baiklah. Aku tidak menyebut satupun nama Nabi dalam islam, apakah aku tidak pernah ke sana? Sayang sekali, aku yang banyak membaca kisah-kisah nabi waktu kecil malah tidak merasa menjadi salah satu dari mereka. Keluarga muslim notok malah membuatku ingin lepas dari semua ini. Aku ingin tahu ada apa saja selain nabi-nabi ini. Pastilah ada dan harus manusia-manusia di zaman modern yang bisa kujadikan aku.

Ketika kuliah berlangsung bringas, sebuah organisasi malah mencekikku keras. Katanya, buku adalah sumber ilmu. Asu, semua orang tahu. Masalahnya, apakah kita sudah seperti itu kepada buku? Kesadaran pada buku menjadikan aku yang baru. Aku yang memiliki kontrak dengan kebebasan berpikir dan sikap berbenah diri. Memang organisasi yang asu. Aku berubah total karenanya.

Ketika dongeng mulai kembali kudengar, nama itu adalah Tan Malaka. Orang komunis super cerdas yang membentuk konsep sebuah Negara. Ketika semua orang sibuk mengidolakan Sukarno, Tan tenang-tenang saja di makamnya. Peninggalannya baru diketahui sekarang. Kata-katanya terpajang di rak-rak toko buku. Tapi bukan aku yang seperti itu yang kumau. Aku ingin menjadi Tan yang tanpa pamrih. Mati dengan tenang karena telah memberikan hal yang besar. Jadi, yang kulakukan sekarang adalah mempersiapkan kuburan yang tenang agar setelah mati aku tidak menyesal tidak melakukan apa-apa.

Allan Poe. Pecundang seperti apa yang membaut kata-kata seakan romantic, gotik, juga tragis. Aku menangkap semua itu dari Poe. Menjadi misterius adalah keniscayaan sekarang. Kehidupan tanpa sekat akan terasa membosankan. Misteri adalah hal yang mewah, dan aku belajar menyimpannya dari Poe. Untuk itu, metaphor sehari-hari adalah sikap yang mulia. Aku senang melakkukannya.

Eka Kurniawan. Ketika materi pelajaran yang patuh pada kurikulum tidak didampingi oleh dosen yang kreatif, maka sisanya hanya sejarah yang tertutup pintu. Membicarakan Hemingway, Fitzgerald, Orwell, tanpa mendiskusikan yang sekarang ya sama saja tidak melihat masa depan. Untungnya, Eka menjelaskan dengan baik tentang m(p)enulis yang menggunakan wadah atau tidak. Mirip seperti Alice Munro sih bagiku. Paling tidak, penjelasan Eka membuka persepsi lebar tentang kebaruan.

Seno Gumira. Ketika melihatnya berorasi tentang sastra, aku semakin yakin definisi memang penghalang. Pembekuan semacam ini harus segera ditinggalkan. Syarat utama berpikir bebas adalah menerka dengan kepala sendiri. Itu berarti karya yang maknanya terserah pembaca memang yang relevan saat ini. Dan ini yang kulakukan dalam keseharian, bukan hanya dalam hal baca tulis.

Ketika membaca Pulang karya Leila Chudori, aku merasakan nikmat yang tak terduga. Penarikan referensi yang teratur dan dilepas dengan alur yang mengerikan. Tiba-tiba aku jatuh cinta dengannya. Ini agak berbeda ketika Arus Balik milik Pramoedya yang bagiku sangat pujangga. Kelengkapan referen pada diri Leila disampaikan dengan suka cita. Tidak terlalu serius, dan itu sangat cocok dengan aku.

Aku berikutnya adalah Cristiano Ronaldo. Apa yang paling kubanyangkan dari kesempurnaan? Dia! Ini tentu konyol. Tapi narasi tanpa nafsu hanyalah milik kitab suci. Aku ingin mengenalkan aku yang asu. Dan Cristiano adalah imajinasi terliar mengenai kebahagiaan. Setidaknya aku memiliki hati yang cukup baik, tinggal menjadi kaya, dan fasilitas kaya setelahnya akan mengikuti.

Ketika menjadi super keren karena kekayaan, tahap berikutnya adalah menjadi tak terjangkau. Aku yang paling tepat untuk sosok itu adalah Vito Corleon. Santai, bijaksana, berkharisma, adalah hal yang sangat cocok denganku. Aku akan menjadi tua seperti Don Corleon.

Aku yang terakhir, yang sedang tersesat adalah Holden Caulfield. Ketika Solo adalah tempat yang tidak ramah untuk para penyerapah, maka hati yang jadi tempat sampah. Untungnya, Holden melepaskan amarah-amarah itu. Menjadi jujur mungkin malah yang tidak disuka karena jawaban orang jujur apa adanya. Holden menyerah di akhir perjalanan, tapi juga menemukan kesimpulan baru. Tentu aku tidak boleh menyerah sekarang, itu akan membunuh banyak orang.

Aku telah menjadi banyak orang dan banyak hal. Namun aku yang kumau adalah aku yang paling aku. Mungkin ini saatnya aku mencari Tuhan. Aku dengar, aku yang paling Aku bersemayam padanya. Jika memang benar, referensiku mungkin cukup untuk mendaftar ke aku yang Aku.



*akunya aku terinspirasi dari Buddha dan Sheikh Siti Jenar yang telah pergi mencari Aku.

Comments

Popular Posts