Axis Mundi


Polka Wars adalah gabungan empat anak muda jenius terdiri dari Xandega Tahajuansya(bass gitar), Karaeng Adjie (gitar/vocal), Billy Saleh (gitar), dan Giovanni Rahmadeva (drum/vocal).Kuartet indie rock ini menghadirkan music rock melodik yang atmosferik atau mungkin semacam ambient. Yang jelas, ada nuansa gelap atau depresif. Sangat kuat, elegan, dan menohok.

Album berisi delapan lagu ini langsung mengancam di nomor pertama, Mokele. Sound gitar yang berat, melodi yang tipis-tipis, drum yang steady dengan roll yang timbul tenggelam, berhasil memproduksi lagu yang terdengar seperti kesakitan. Bleak demands only holds it out/ It rises it falls it calls you out, terasa sangat serius dan menyakitkan.

Horse’s Hooves adalah perpanjangan Mokele yang lebih murung namun kehabisan tenaga. Semacam ada rasa lelah dan frustasi. Lagu ini menyodorkan lagu murung untuk rock dengan nuansa baru, bukan melulu Something milik The Beatles yang digandakan. Lagu ini juga menjadi bukti kalau Karaeng Adjie sepertinya terlahir untuk menyanyi di band bernama Polka Wars saja. Sulit membayangkannya menyanyi lagu lain.

Moth and Flies adalah bukti signature sound band ini. Melaju cepat di awal lalu belok mendadak dengan turun tempo seperti mengatakan: band ini ya begini! Karakter progresif tentu dimiliki banyak band, namun dengan ketukan matematis Giovanni, itu pengalaman yang lain. Belum lagi liriknya yang absurd bertema filosofis dan fiksi. Kebanyakan lagu juga memliki pendekatan seperti ini Horse’s Hooves, Tall Stories, sampai Alfonso.

Tak melulu di tema lirik yang absurd, anak-anak Betawi ini juga memiliki materi konkrit yang bikin terasa betul depresifnya. This Providence misalnya, kedengaran keluar dari format band yang selalu lain di ketukan drum dan gitar. Bagusnya adalah piano masih bisa menekannya dan mempertahankan nuansa ambient-nya yang kali ini terasa seperti lagu reliji. Everybody have to try and try again/The more we train. the more we recognize this providence.

Entah mengapa, untuk ukuran album pertama, Polka Wars terdengar sungguh sangat matang. Berapa lama mereka habiskan waktu di studio? Jika mereka tidak terkenal, sungguh penghinaan berat dan keras! Aku adalah salah seorang yang langsung jatuh cinta pada pendengaran pertama pada album mereka. Kuat di music, kuat di lirik, sungguh masa depan yang cerah. Sayang jika kejeniusan mereka tidak dinikmati banyak orang.

Kejeniusan yang kumaskud adalah kejelian di pembagian permainan di setiap instrument. Hampir tidak ada ketukan drum dan riff gitar standard di album ini. Semua memiliki posisi masing-masing. Billy Saleh misalnya, bergerak di sound yang cenderung rendah dan halus. Sedangkan Adjie memiliki gitar yang lebih bertenaga mengikuti lekuk vokalnya. Line bass Xandega seirama dengan drum yang aneh. Semacam pertunjukan skill namun dikemas sederhana.

Kecuali pada vocal. Karaeng Adjie menurutku bukan vokalis yang memiliki magnet dan kharisma sebagai frontman. Barangkali perannya tertutup oleh permainan mereka. Entah mengapa, vocal menjadi bukan sesuatu yang menonjol di album ini. Seperti lekukan-lekukan instrument yang disatukan yang membuatnya menjadi lingkaran penuh nan padat. Tidak ada yang menonjol.

Perbedaan terjadi ketika Giovannni yang bernyanyi. Karakter vokalnya kuat, instrumennya minim, lagu akhirnya memiliki fokus ke vocal. Ini terjadi di lagu Lovers. Ada sensasi atau pengalaman berbeda jika membandingkannya dengan lagu-lagu lain di album selain karakter vocal Giovanni yang tebal, berat, tapi rapuh yang membuatnya bisa terasa menjiwai.

Dua perbedaan ini yang membentuk Polka Wars. Aku baru sadar mereka bisa begitu teliti hingga ke arah sana. Dan seperti inilah cara kerja band ini: instrumen yang bertugas sebagai pendukung, bukan pengiring. Jelas bahwa semua instrument, termasuk vocal dan lirik memang tercipta untuk melayani lagu. Bukan menjadi dasar terbentuknya lagu seperti lagu-lagu kebanyakan.


Luar biasa. Salut!



gambar: dokumen pribadi

Comments

Popular Posts