Ika Waringin Jati #3: Pelajaran Biologi dan Rambut Rebonding
Ada banyak hal mengganggu pikirn Ika. Pelajaran favoritnya Biologi, kali ini tampak begitu membosankan. Maklum, Ika ingin sekali menjadi dokter, dan itu berarti biologi adalah tangga yang harus dibangun. Entah mengapa, kali ini tangga itu mulai terasa menyebalkan baginya.
Kegundahan pertama mencuat ketika guru yang menjadi pemandu di depan kelas kali ini berperan terlalu jauh. Guru ini terlalu mencampuri urusan kepala, menurut Ika. Bukan apa-apa, Ika memang selalu menganggap biologi sebagai ilmu paling nyata untuk dipelajari dan dihayati. Oleh karena itu, Ika akan manyun saja jika gurunya membicarakan evolusi, reproduksi, atau seks yang diselingi kitab suci.
Yang kedua, teman-teman Ika terkadang terlampau njelehi. Tidak ada suasana belajar yang menegangkan sampai keringatnya mengucur. Apalagi jika pelajarannya biologi. Laki-laki akan mendadak ndugal kalau membahas sistem reproduksi. Sedangkan yang perempuan, pipinya merah tapi mengutuk candaan teman lelakinya. Betapa munafiknya manusia sekarang ini, pikir Ika.
Di tengah semrawutnya suasana kelas, guru beragama tadi membuka sesi tanya-jawab. Barang kali memang ini momen favorit kelas yang sedang membahas tubuh dan seks. Dan Ika tampak tidak tertarik mengamati kelasnya.
"Pak, kalau misal gonta-ganti pasangan, terus, emm, ee, pasangannya itu bersih, sehat gitu maksudnya, kira-kira bisa kena HIV ga ya?" tanya salah seorang teman Ika.
"Eem, HIV itu nular dari kontak fisik si pengidab. Kalau tidak mengidap, ya ga bisa dong."
"Lah kalau ga mengidap, berarti zaman dulu orang gonta-ganti pasangan tetep aman dong, Pak? terus asal-usulnya dari mana kalau gitu?"
"Eee, awalnya itu kalau tidak salah dari gorilla, atau kalau tidak salah ya simpanse. Pokoknya jenis primata lah. Gitu"
"Lha iya, Pak, kalau yang kena HIV simpanse, terus kenapa bisa nyebar ke manusia?"
"Hahahaaa"sebagian kelas mengudara. Pertanyaan laki-laki tadi menarik mata Ika sejenak. Benar juga ya kalau dipikir-pikir. Ika menatap wajah laki-laki yang cuma berjarak dua bangku di belakangnya. Laki-laki kurus itu bernama Felix.
"Ya, mungkin karena darah. Pemburu, perdagangan binatang, terus, eeeeee, e, kenapa sih kamu tanya ini. Ini kita lagi bahas reproduksi loh."
"Ya, gimana ya, Pak, pelajaran ini kan juga buat ngomongin seks, nah seringnya itu anak muda diminta mewasadai HIV/AIDS. Nah saya pengen tahu dari mana asalnya penyakit yang dibilang paling berbahaya ini."
"Siapa yang bilang kelas ini ngomongin seks. Kamu itu. Ini kelas buat mendidik kamu, bagian tubuh kamu, terus, ya, buat menjelaskan gitu."
"Maksud saya gini, Pak, ini di materi kita juga tertulis kalau usia kita. eh, kami, itu mulai suka dengan, yaah seksualitas kita mulai berfungsi deh."
"Lix, kamu itu cukup, em, sorry, kamu agamanya apa? Kalau saya di Islam itu ya sudah diberi tahu kalau seks itu dilarang sebelum menikah. Kalau tidak ya zina. Udah selesai!
"Tapi kita juga ga bisa naif, Pak. Faktanya, banyak kok anak-anak SMA yang mulai berhubungan seks."
"Lha iya, itu berarti ilmu agamanya kurang. Simpel kan?"
"Pak, maksud Felix begini, em, kami yang anak muda diakui apa enggak itu pasti penasaran banget dengan apa yang namanya seks! Makanya anak zaman sekarang banyak yang seks bebas. Kalau bapak bilang agama yang kurang didalami, gimana kalau memang agama sudah ga menarik lagi. Kalau orang tua zaman sekarang jadi tamabah saleh, kalau anak muda malah sebaliknya, Pak."
"Oke, sekarang gini, kamu, sekolah buat apa? Cari ilmu kan? Kalau sudah pintar, sukses, terus mau apa? Ini sekalian jawab dua pertanyaanmu ya, soal seks dan agama. Apa, tadi? Jawabnya apa? Kalau kamu sudah berkecukupan, terus apa? Ya kita harus beragama dong, kan, ini lho akar maslahnya. Kalau kalian mau berpikir terbuka, bersih gitu hatinya, ya bakal otomatis jauhin itu semua. Udah selesai! Gitu aja. Selesai."
Seisi kelas diam. Ika masih melongo mempersiapkan balasan, tapi ada sedikit sesak di dadanya. Dia urung berkata-kata. Dia berpaling ke belakang melihat raut muka Felix. Wajahnya dingin dan bingung, padahal Ika mengharap balasan darinya.
"Berarti, Pak, kalau, singkatnya ya, eem, agama itu kan mengajarkan kebaikan, kebnaran, terus, emm, keindahan, berarti otomatis semua yang buruk, jelek, gitu, bakal otomatis hilang. Emang bisa, Pak, kejahatan hilang?"ujar Siska, ratu lebih di kelas yang tumben-tumbennya ikut diskusi.
"Persis, begitu. Kayak rambut kamu itu yang direbonding, lurus, kan, nah, otomatis cowok-cowok bakal deketin kamu."
"Eaaaaaahhhhh""Uhuuuyyyy" kelas menjadi pasar lagi.
"Kalau misalnya agama itu kayak rebonding yang lurus, terus itu dianggap bagus, terus yang rambutnya keriting gimana dong? Apa semua yang keriting harus direbonding? Lagian, maaf ya, Sis, ngga nyinggung kamu, emm, belum tentu loh, rambut lurus itu menarik orang lain. Bisa saja selera orang lain itu malah keriting."Ika kembali menyala-nyala.
"Ya, benar. Tapi kalau bicara budaya kita, di daerah kita, ya jujur saja memang rambut lurus itu yang bagus. Sekarang gini, ngapain cewek-cewek banyak buang-buang uang buat rebonding? Ya karena mereka berpikir rebonding itu bagus. Dan jujur aja ya, rambut lurus itu memang bagus, terlihat rapi. Enak lah dilihatnya."
"Nah, kalau gitu, tadi kan menganalogikan agama, berarti agama itu sebenarnya cuma sesuatu yang dianggap bagus, terlihat rapi, enak dilihat. Etnosentris banget. Coba kalau ada orang di sini, misalnya, dia memiliki selera yang berbeda soal rambut, apakah dia haus dipaksa buat suka sama rambut lurus?"
"Loh. Kamu ini bagaimana, agama dari dulu itu sudah menjadi sumber kebenaran. Kalau kamu ga suka sama analogi rebonding, ya sudah. Lagian, Ka, kamu mau ga kalau punya rambt lurus?"
"Saya belum ada pikiran buat ngelurusin rambut, Pak, atau mungkin ga bakal. Jadi gini, kembali ke soal seks tadi, anak-anak muda itu menganggap seks itu paling tidak kayak rambut rebonding, lurus, menarik. Pokoknya pengen nyoba. Terus gimana, Pak?
"Loh, gimana sih, Ka, seks bebas, ngomongin seks bebas ya, itu macam-macamnya, bisa ditanggulangi oleh agama. Gitu lho. Kamu jangan muter-muter. Ga paham to?"
"Iya, Pak. Makanya saya bilang, seks itu buat anak muda kayak rebonding, menarik banget.." Ika sesaat ingin bilang kalau seks juga kayak agama, dipandang enak, dan segalanya.
"Hah, kamu. Sebenarnya ini mudah kok kalau kamu mau terbuka, kenapa, soalnya ini alamiah, bakal otomatis."
"Nah, ini juga otomatis, Pak, seks itu kan terjadinya secara biologis, alamiah, otomatis. Kalau orang harus belajar agama dulu, apa ga kelamaan, Pak? Maksud saya, apa nanti agama tidak kerepotan mencegah seks bebas karena seks bebas itu terjadinya secara otomatis, alamiah. Kalau agama kan perlu dicerna dulu, diyakini dulu bahkan..."
"Owalah, jadi kamu itu penasaran banget ya sama seks? Ka Ika, kamu masih belum cukup umur. Kamu butuh pendidikan yang banyak. Kalau agama susah masuk, ya sudah yang formal-formal aja. Atau kalau enggak, bayangin kamu bisa kena HIV?AIDS kalau berhubungan seks sebelum nikah." pungkas guru Ika percaya diri seraya memberikan kode menutup kelas hari ini karena bel sudah berbunyi.
"Nah, balik ke pertanyaan awal, Pak. Asal-usul HIV/AIDS itu dari mana sih?"sergap Felix.
gambar: Costel Iarca/ http://bit.ly/2m7E9en
Comments
Post a Comment