Soal Cinta dan Susahnya Mencinta
The wound is the place where light enters you.-Rumi
Siddhartha, Rumi, kemudian aku (narsis bets), memiliki pertanyaan yang sama dengan hidup yang mapan nan fana: kenapa masih ada penghancuran ketika kita semua belajar membangun?
Itu pertanyaan yang kusimpulkan ketika membaca kisah kedua orang tadi. Siddhartha belum puas dengan komunitasnya yang belum mencapai Atman. Bijak tapi "begitu" saja. Tidak ada yang greget atau yang mengena. Sebenarnya, perasaan Siddhartha yang tidak terkesan dengan yang mapan seperti itu bisa kupahami. Terkadang, kita memang cuma suka yang indah tanpa mau menjadi indah atau malah membuat yang indah.
Sedangkan Rumi, menurutnya, bisa dibilang orang-orang saleh, pintar, dan yang baik-baik lainnya ini kurang ma'rifat saja. Lha sudah saleh, pintar, tapi kenapa belum bisa menjadi sumber inspirasi? Iya kan? Ini kan kenapa orang masih berbuat semena-mena? Hanya sebatas penyegar, belum mampu membuat orang itu sendiri sebagai penyegar, Soalnya, orang-orang ini masih belum bersih. Pintar di kepala, tapi belum ke hati.
Kedua orang ini dan aku memiliki persamaan yang sama dalam memandang hidup, cinta! Ya. Aku berusaha menginspirasi cinta dengan membuat orang bahagia. Rumi menulis buku putih soal cinta. Siddhartha memahami dan pernah mempraktikkan cinta hingga yang paling tinggi levelnya. Seolah kekurangan dari orang saleh dan pintar adalah cinta.
Kita sekarang mulai mendengar mengenai narasi empati sebagai pembangkit moral. Moral juga berawal dari cinta. Jika orang lebih suka menghancurkan dari pada membangun, bisakah disebut sebagai orang yang tidak memiliki moral atau cinta?
Cinta mungkin memang kunci. Lha kalau kita sudah sering mendengar narasi semua orang memiliki cinta, lha apa orang yang suka merusak tadi tidak memiliki cinta atau kunci?
Ini adalah pertanyaan berikutnya. Kenapa orang yang telah mendapatkan dan mengalami cinta, masih saja melakukan hal yang jauh dari makna cinta?
Barang kali kita perlu bertanya dulu apa itu cinta. Karena jawaban kita mugkin adalah akar yang sebenarnya. Benar kita mendapatkn cinta, tapi apa betul itu cinta yang sesungguhnya? Apakah itu memang cinta yang Cinta?
Kita tidak tahu, dan mungkin tidak akan pernah. Yang bisa kita lakukan adalah mencoba menjawabnya. Karena pengalaman demi pengalaman inilah yang mungkin akan lebih pantas jika disebut cinta. Siddhartha tidak akan mengerti cinta jika dia tidak membaur dengan Kamala. Rahwana tidak akan mati jika pertanyaannya soal cinta segera terjawab, sebab Sinta tidak menuntunnya demi kesetian pada cinta lainnya.
Demikian cinta menjadi perkara yang terus tak terpecahkan. Namun, sesungguhnhya kita tidak perlu berlama-lama di sini. Kita akan mencintai jika cinta itu merawat, menjaga. Kita akan mencita kalau rasa dan nalar berjalan beriringan. Mencinta itu keberpihakan. Mencintalah! Mencintalah!
***
Ada sehimpun kearifan Rumi yang ingin kubagikan. Ada banyak persepektif yang dibahas, seperti cinta, iman, harapan, jiwa hingga kebenaran. Aku akan menyarikan yang bagian cinta sahaja. Karena tujuanku seja awal menulis ya memang ini.
Agar semua manusia mencita dan mencinta, berikut:
Whenever we can manage to love without expectations, calculations, negotiations, we are indeed in heaven.
Saat kita dapat mencintai tanpa harapan, pertimbangan, tawar-menawar, sesungguhnya kita berada di surga.
Someone who does not run toward the allure of love walks a road where nothing lives.
Seseorang yang tak berlari menyambut pesona cinta, ia melangkah di jalan yang tak dilalui kehidupan.
Your task is not to seek for love, but merely to seek and find all the barriers within yourself that you have built against it.
Tugasmu bukanlah mencari cinta, tetapi semata menemukan penghaang dalam diri yang kau bangun untuk melawan cinta.
A thousand half-loves must be forsaken to ake one whole heart home.
Seribu cinta yang setengah-setengah mesti ditinggalkan demi membawa pulang satu cinta yang utuh.
Reason is powerless in the expression of Love.
Logika tak punya daya dalam ekspresi cinta.
Would you becime a pilgrim on the road of love? The first condition is that you make yourself humble as dust and ashes.
Maukah kau menjadi peziarah di jalan cinta? Syarat pertamanya adalah menjadi rendah hati seperti debu dan abu.
Both light and shadow are the dance of love.
Cahaya dan kegelapan adalah tarian cinta.
You will learn by reading, but you will understand with love.
Kau akan belajar dengan membaca Tetapi kau akan paham bersama cinta.
gambar: gambar pribadi. buku terbitan Forum
Comments
Post a Comment